Thursday, May 31, 2007

Research Dr.Imran Nito

Acta Med Indones. ;36:8-14 15931696

Correlation between cortisol levels and myocardial infarction mortality among intensive coronary care unit patients during first seven days in hospital.
Imran Nito , Sarwono Waspadji , S Harun , H M S Markum
AIM: To measure cortisol level, its relationship with myocardial infarction, and to determine the correlation of elevated cortisol levels with the outcome of myocardial infarction. METHODS: This study was designed as a pre and post study. The diagnosis of myocardial infarction was established based on the WHO criteria. The patients were followed for seven days. Blood specimens were collected on day 1, 3, 5 and 7. RESULTS: Thirty six patients with myocardial infarction were studied. Four patients (11.1%) died and 32 patients (88.9%) survived. Nineteen patients (52.7%) had large infarcts and 23 patients (63.9%) had myocardial complications. The deceased patient's cortisol level differed significantly from those tht survived (65.68 + 29.07 vs 21350 + 15.82 microg/dl, p < 0.05). The groups with large infarcts and myocardial infarct complications had higher cortisol levels, but the difference was not significant compared with the group with small infarcts and patients without complications. Six patients (16.6%) who received thrombolytic therapy had significantly lower cortisol levels as compared to patients without thrombolytic therapy. The duration of elevation cortisol elevation in the deceased patient was longer than that among those who survived. Similar findings were also true for those with large infarcts when compared to those with small infarcts, as well as myocardial infarct patients with complications when compared to those without. However, the duration of cortisol elevation was shorter among patients who received thrombolytic therapy. CONCLUSION: Cortisol level can be used as a prognostic marker for myocardial mortality.
Mesh-terms: Acute Disease; Adult; Aged; Biological Markers, blood; Comparative Study; Coronary Care Units; Female; Hospital Mortality; Humans; Hydrocortisone, blood; Indonesia; Male; Middle Aged; Myocardial Infarction, blood; Myocardial Infarction, complications; Myocardial Infarction, drug therapy; Myocardial Infarction, mortality; Prognosis; Survival Analysis; Thrombolytic Therapy; Time Factors;

Monday, May 7, 2007

Infeksi Saluran Kencing

Infeksi saluran kencing adalah infeksi oleh mikroba mulai dari piala ginjal hingga saluran kencing bawah (uretra). Hal ini harus dibuktikan dengan penemuan mikroba dari air kencing berdasarkan kultur dari air kencing.

Gejala yang dialami dari seseorang yang menderita infeksi saluran kencing adalah mulai dari rasa anyang – anyangan, sakit waktu kencing, air kencing keruh, demam, sakit pinggang dan mual – muntah.

Infeksi saluran kencing lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini dikarenakan mudahnya mikroba masuk kedalam saluran kencing.

Penularan infeksi saluran kencing ini terjadi karena mikroba masuk dari muara saluran kencing lalu naik keatas. Dapat juga terjadi pada waktu senggama.

Hal yang memperberat infeksi saluran kencing adalah diabetes melitus (kencing manis), kehamilan, imobilisasi, batu saluran kencing,

Pengobatan infeksi saluran kencing dengan antibiotik sekama lima hingga tujuh hari, hingga mikroba tidak terdapat lagi pada air kencing.

Diabetes Melitus (Kencing Manis)


Diabetes Melitus atau pada bahasa awam dikenal dengan nama kencing manis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan atau gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl.

Gejala yang khas pada diabetes mellitus ini adalah banyak makan atau mudah lapar (polifagi), banyak kencing (poliuri), banyak minum atau mudah haus (polidipsi), sehingga kumpulan gejala ini sering disebut dengan nama 3P yakni polifagi, polidipsi dan poliuri. Gejala lain yang sering pula ditemui pada kencing manis adalah penurunan berat badan yang mencolok dalam waktu relatif singkat, rasa tidak bertenaga atau lemas, kesemutan, pada pria terjadi impotensi dan pada wanita sering terjadi keputihan.

Kelompok masyarakat yang beresiko tinggi untuk mendapat penyakit ini adalah usia diatas 40 tahun, riwayat keluarga ada yang menderita kencing manis, kolesterol yang tinggi (dislipidemia), berat badan yang tinggi (overweight), pada wanita waktu hamil gula darah meningkat serta melahirkan anak yang besar.

Kondisi gula darah yang tinggi ini akan menetap dalam pengertian terus menerus meninggi dalam darah bila tidak diberikan pengobatan.

Pengobatan kencing manis ini meliputi, pengaturan makan yang sesuai dengan takaran kalori penderita, kegiatan olah raga, obat – obatan dan penyuluhan atau control gula darah secara konsisten.

Komplikasi dari kencing manis akan terjadi bila kadar gula darah tidak terkontrol dengan baik. Organ yang dapat menjadi target dari komplikasi kencing manis ini adalah otak, mata, jantung, paru, liver, ginjal dan pembuluh darah tungkai.

Thursday, May 3, 2007

Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah menjadi tinggi di atas 140/90 mmHg. Jadi tidak terpengaruh dengan usia penderita berapun juga. Pada dahulu kala ada cerita bahwa pada orang yang sudah berusia lanjut maka tekanan darah boleh lebih tinggi dari biasanya, maka hal ini sekarang tidak berlaku lagi.

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang meninggi, jadi hal ini diketahui dengan pemeriksaan tekanan darah. Perasaan badan yang tidak enak atau tidak nyaman tidak dapat dijadikan pegangan ataupun patokan angka tekanan darah seseorang. Memang pada orang yang sudah terbiasa dengan tekana darah tinggi terkadang mengetahui perasaan badan yang tidak enak bila tekanan darahnya meninggi, tetapi hal sering pila tidak akurat karena hal atau kondisi yang perancu keadaan ini sangat banyak, seperti kurang tidur, stres pekerjaan dan lain sebagainya.

Pengobatan tekanan darah tinggi dimulai dengan diet rendah garam, menuju berat badan yang ideal, olah raga yang teratur dan terakhir dengan obat – obatan. Kondisi tekanan darah tinggi ini adalah kondisi yang terjadi terus menerus, sehingga senantiasa untuk dikontrol pada periode waktu yang tetap seperti tiap minggu atau tiap bulan.

Hipertensi yang tidak mendapat terapi yang adekuat akan memberikan komplikasi pada organ seperti otak, jantung dan ginjal. Komplikasi pada organ ini bila sudah terjadi akan bersifat menetap. Kualitas hidup penderita hipertensi sudah pasti akan menurun bila terdapat komplikasi pada organ tadi. Pada otak terjadi kemunduran fungsi pikir atau pengurang kemampuan memori, pada jantung fungsi kerja untuk aktifitas fisik berkurang dan pada organ ginjal fungsi untuk membuang sisa metabolisme badan menurun sehingga menumpuk di tubuh yang pada akhirnya menimbulakan gangguan metabolisme.

Pada keadaan hipertensi terkadang tidak berdiri sendiri, sering bersamaan dengan penigkatan kadar gula darah, penigkatan kolesterol dan asam urat dalam darah. Hal ini semua termasuk dalam yand disebut dengan nama METABOLIK SINDROM.

Hal ini akan mempercepat kemunduran fungsi organ – organ vital.

Pada pemberian obat anti hipertensi ada berbagai macam aspek yang perlu diperhatikan yakni mekanisme kerja dari obat tersebut, kondisi penderita serta kelaianan yang sudah terjadi akibat hipertensi. Sehingga pada seorang yang menderita hipertensi terkadang obat anti hipertensi beberapa macam obat.