Friday, December 14, 2007

Bahaya dari Hepatitis B



Hepatitis virus B sering tercatat sebagai penyebab dari radang liver pada masyarakat di Indonesia dan juga di Asia Tenggara. Hepatitis B pada saat menjangkiti tubuh penderita dapat terjadi peradangan akut pada hati yang dinamakan Hepatitis B Akut. Hepatitis B Akut ini pada sebagaian orang (80%) akan sembuh dengan sendirinya setelah 7 hingga 10 hari. Tetapi pada sebgaian yang lain akan terjadi terus peradangan pada hati dengan intensitas yang rendah tetapi dalam waktu yang panjang (lebih dari 6 bulan), hal ini yang dinamakan dengan nama hepatitis B kronik. Petanda awal yang dipakai untuk mengetahui infeksi hepatitis B adalah pemeriksaan HBsAg. Pada penderita hepatitis B kronik HbsAg menetap lebih dari 6 bulan. Selama dalam waktu ini penderita hepatitis B kronik terkadang merasa diri mudah lelah dan terkadang juga tidak merasakan apa - apa bila keadaan tubuh sedang sehat, tetapi proses peradangan dalam hati terus berlanjut hingga merusak seluruh struktur organ hati. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui dan memantau dari perjalanan hepatitis B kronik adalah dengan pemeriksaan SGOT/SGPT, HbeAg dan pemeriksaan HBV-DNA. Bila pada pemeriksaan SGOT/SGPT tinggi (lebih dari 2x angka normal) dan HBV-DNA tinggi maka dianjurkan untuk mendapat obat anti virus hepatitis B. Monitoring dari fungsi hati sebaiknya dilakukan paling sedikit tiap 3 bulan untuk melihat progresifitas dari pertumbuhan virus hepatitis B.
Bahaya dari peradangan hati dan pertumbuhan virus hepatitis bila tidak diobati akan menjadikan organ hati kehinagan fungsinya dan menuju gagal organ hati dan keadaan ini bersifat ireversibel (menetap dan tidak bisa kembali pada keadaan normal)

Wednesday, December 5, 2007

Colic Abdomen


Colic Abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut). Hal yang mendasari hal ini adalah infeksi pada organ di dalam perut (mencret, radang kandung empedu, radang kandung kemih), sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Pengobatan yang diberikan adalah penghilangan rasa sakit dan penyebab utama dari organ yang terlibat. Bila infeksi dari kandung kemih atau kandung empedu maka pemberian antibiotik, bila ada batu di kandung empedu maka operasi untuk angkat kandung empedu.

Radang sendi karena asam urat



Radang sendi karena asam urat atau yang lebih dikenal dengan nama Gout artritis adalah peradangan pada sendi karena deposit dari kristal asam urat pada rongga sendi. Kristal dari asam urat yang terjadi itu dapat dilihat di bawah mikroskop, berupa kristal monosodium urat (MSU).
Proses yang mendasari hal ini adalah tingginya kadar asam urat dalam darah yang terjadi dalam waktu yang lama (diatas 5 tahun) sehingga asam urat terdeposit pada rongga sendi. Selama peristiwa ini tidak ada keluhan yang terjadi, tetapi pada suatu saat dimana kristal asam urat yang dalam bentuk kristal monosodium urat (MSU) sudah banyak baru menimbulkan peradangan yang hebat secara mendadak. Peradangan yang terjadi secara mendadak dan bertahan selama 1 - 2 hari dan dapat menghilang dengan sendirinya. Pada saat terjadinya peradangan sendi terkadang kadar asam urat darah sedang normal, jadi tidak berhubungan dengan tingginya kadar asam urat darah pada saat serangan sendi.
Pengobatan yang diberikan pada saat serangan adalah anti radang sendi khusus karena asam urat adalah colchisin. Pemberian penurun asam urat darah justru tidak boleh diberikan karena dapat menambah berat serangan sendi yang sedang terjadi.

Thursday, November 22, 2007

IBD (Inflammatory Bowel Disease)



IBD (Inflammatory Bowel Disease) adalah perdarangan pada dinding mukosa usus. Hal ini dibagi dua yakni UC (ulcerative colitis) dan chron disease. Perdarangan yang terlibat dapat mulai dari dinding mukosa mulut hingga ke anus (pada UC) dan bisa hanya pada usus besar saja (chron disease). Penyakit muncul dengan gejala diare yang lama (diare kronik) yang disertai dengan perdarahan buang air besarnya dan rasa sakit perut (mules) yang mengganggu. Hal yang mendasari untuk terjadinya penyakit ini terdiri dari berbagai macam sebab yakni genetik, lingkungan dan imunologi. Untuk mendiagnosis diperlukan pemeriksaan kolonoskopi dan dilakukan biopsi mukosa usus yang meradang. Pengobatan pada penyakit ini juga terdiri dari berbagai macam modalitas yakni, obat untuk pengaturan imunologi badan, kortikosteroid dan obat anti diare. Lama pengobatan ini cukup memakan waktu antara 6 - 12 bulan. Nama penyakit ini perlu dibedakan dengan nama IBS (iritable bowel syndrome) yan mana pada penyakit ini justru tidak ditemukan kelainan apapun pada pemeriksaan kolonoskopi maupun biopsinya. Hal yang mendasarinya adalah psikologi.

Tuesday, November 13, 2007

Osteoartritis (Pekapuran Sendi)




Osteoartritis (OA) yang dalam bahasa awam masyarakat kita sering dinamakan pekapuran sendi, adalah proses degenerasi atau penuaan sendi. Pada proses penuaan ini lapisan tulang rawan sendi yang terdapat pada rongga sendi menipis, sehingga jarak antara dua tulang saling bedekatan. Hal ini terjadi dalam waktu yang lama membuat rasa ngilu pada sendi bila digerakan. Reaksi lain yang timbul akibat dari beradunya dua tulang tersebut membuat jaringan tulang manjadi kasar dan timbul berduri (spur). Sendi yang paling sering terlibat adalah sendi lutut dan sendi kecil yang sering digerakan seperti jari tangan pada seorang pencuci baju atau pengetik.
Hal yang menyebabkan dan mempercepat terjadinya OA ini pada sendi lutut adalah berat badan yang berlebih dalam waktu yang lama.
Diagnosis OA ini bedasarkan keluhan dan foto rontgen sendi yang sakit (terdapat penyempitan celah sendi dan spur formation).
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi proses iritasi dalam rongga sendi sehingga terbentuk cairan didalam sendi (efusi sendi). Bila ini terjadi maka keluhannya rasa kaku pada sendi. Tindakan yang harus diambil adalah mengeluarkan cairan itu dan dianalisa di laboratorium.

Pengobatan pada OA ini yang pertama menuju berat badan yang ideal, hindari gerakan yang yang melampaui kemampuan sendi (duduk bersila, jongkok). Perlu dilakukan fisioterapi, dan terakhir obat - obatan untuk meredakan rasa sakit.

Monday, November 12, 2007

Tremor

Tremor adalah gerakan yang terjadi diluar kesadaran dan banyak proses yang terjadi sebagai penyebabnya. Tremor dibagi menjadi 3 bagian yakni, pertama rest tremor (tremor yang terjadi pada waktu diam atau istirahat) kelaianan penyakit ini seperti parkinsonism, kedua postural tremor (terjadi karena gravitasi) contoh penyakit ini seperti hipertiroid, ketiga intention tremor (tremor yang terjadi pada waktu menjalankan pekerjaan)contoh penyakit ini adalah kelainan pada otak kecil yang tidak bisa menjaga keseimbangan pada waktu berjalan.

Thursday, November 8, 2007

Fatty Liver Disease -- A Major Cause of Obesity-Related Morbidity and Mortality




Introduction
A number of presentations at Digestive Disease Week (DDW) 2005 addressed important advances in our understanding of the hepatic consequences of obesity -- nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD). NAFLD is the term used to describe a spectrum of disorders characterized by macrovesicular steatosis that occur in the absence of consumption of alcohol in amounts considered to be harmful to the liver. Because the likelihood of having NAFLD is directly proportional to body weight, given the increasing prevalence of obesity, NAFLD is an important public health problem. Sustained liver injury will lead to progressive fibrosis and cirrhosis in 10% to 25% of affected individuals.[1]

Natural History
There are 2 recognized histologic patterns of NAFLD: fatty liver alone and nonalcoholic steatohepatitis (NASH). The latter represents a shift from simple steatosis to an inflammatory component. NASH is described by a grading and staging system -- the histologic grade indicates the activity of the inflammatory lesion, whereas the stage reflects the progressive degree of fibrosis. In 879 patients with NASH studied by Shoji and colleagues,[2] progression was most rapid in older, female subjects. The steatosis grade was not associated with histologic activity and staging. To further assess the natural history of progression and pace of histologic change, Loomba and colleagues[3] queried the National Institutes of Health pathology database for patients with NASH with more than 2 liver biopsies, taken 3 years apart, with no intervening treatment. They documented that histologic features of disease activity in NASH (steatosis, ballooning, inflammation, and cell injury) can improve without specific therapy. However, fibrosis rarely improved on its own. In a prospective cohort study, Yatsuji and colleagues[4] described the outcome of 205 Japanese patients with NASH; 64 patients had advanced fibrosis. During a mean follow-up of 33 months, 10 patients developed liver-related morbidity, including hepatocellular carcinoma (HCC). Because HCC is the most common cause of death in patients with NASH with advanced fibrosis, surveillance for HCC must be considered.

Clinical Features
NAFLD is the hepatic component of the metabolic syndrome -- obesity, type 2 diabetes mellitus, insulin resistance, dyslipidemia, and hypertension.

In a cross-sectional, prospective study of 4,401 Japanese subjects, Hamaguchi and colleagues[5] noted that the metabolic syndrome was a strong predictor of new-onset NAFLD. The metabolic syndrome also seems to have an impact on the clinical course. Coexistence of the metabolic syndrome negatively affects overall quality of life; NAFLD patients with this syndrome had significantly lower cumulative physical and mental health scores.[6] Similarly, because depression and anxiety have been associated with insulin resistance and inflammatory states, Elwing and colleagues[7] hypothesized that these psychiatric disorders would be more prevalent in patients with NASH and would predict more severe histologic findings. Lifetime rates of these disorders -- 56% and 50%, respectively -- were significantly higher in NASH subjects than in controls; their onset preceded the diagnosis of NASH by about 20 years. Each psychiatric disorder was associated with greater age-adjusted histologic severity; these may serve as modifiable risk factors.

Screening and Diagnosis
NAFLD may not be easily or consistently recognized and there are scant data regarding standards of practice for screening for fatty liver. The presence of fat in the liver can be suggested by various imaging modalities; however, no current noninvasive method can distinguish NASH from NAFLD. Liver biopsy remains the gold standard for staging and grading.

The presence, degree, and pattern of alanine aminotransferase (ALT) elevation are nonspecific. Even in those patients at high risk -- obese, diabetic individuals -- the ALT level does not distinguish between fatty liver alone and NASH. Hepatocellular glycogenosis causing hepatomegaly and abnormal liver tests can also be seen in poorly controlled diabetes mellitus and the ALT level does not discriminate hepatic glycogenosis from steatosis. Several studies presented during this year's DDW meeting reexamined the diagnostic sensitivity and specificity of liver enzyme levels. Kunde and colleagues[8] noted that of 272 morbidly obese subjects (237 females) undergoing Roux-en-Y gastric bypass, fatty liver was present in 33% and NASH in 36%. Fibrosis was observed in 64% of these subjects and 11% had advanced fibrosis (bridging/cirrhosis). The diagnostic sensitivity and specificity of ALT/aspartate aminotransferase (AST) for NASH was low. The spectrum of NAFLD was not significantly different in subjects with normal liver enzymes. In fact, within a cohort of 135 NAFLD patients studied by Pantsari and Harrison,[9] 10% presented with an isolated elevated alkaline phosphatase level. Harrison and colleagues[10] evaluated measures for accurately predicting the presence of advanced fibrosis in 135 patients with NAFLD. A composite index was created using biomarkers and clinical indices (age, AST/ALT, leptin and adiponectin levels, presence of diabetes, etc). This accurate noninvasive model for detecting fibrosis can be used to identify patients with NASH and clinically significant fibrosis.

Imaging
Transabdominal ultrasound is a sensitive, noninvasive method for detecting NAFLD. However, diagnostic criteria are highly operator-dependant and nonstandardized. Treiber and colleagues[11] quantified the amount of hepatic fat by abdominal ultrasound. Univariate analysis revealed a significant correlation between histologic degree of steatosis and ventral and dorsal liver areas; the predictive value to exclude a significant degree of steatosis was 98%. Using scintigraphy, Vetelainen and colleagues[12] reported a strong, significant inverse correlation between the severity of steatosis, hepatic triglyceride content, and 99mTc-mebrofenin uptake rate.

In the future, noninvasive "dynamic" breath tests may disclose specific alterations in metabolic pathways. For example, 13C-methacetin and 13C-KICA (ketoisocaproic acid) breath tests reflect microsomal and mitochondrial function, respectively. NASH patients have enhanced methacetin demethylation; conversely, KICA metabolism is significantly decreased in these patients.[13] Methacetin demethylation correlated positively with ALT levels and inversely with KICA values. The extent of KICA decarboxylation was inversely related to the severity of histologic damage. Ono and colleagues[14] used a branched-chain fatty acid analog as an imaging agent to assess mitochondrial function in 37 patients with NASH. The clearance rate, which was low as a result of impaired hepatic fatty acid beta-oxidation, may be used to identify NASH patients.

The Prevalence of NAFLD and NASH
Estimates based on autopsy studies suggest that 20% to 30% of adults have excess fat accumulation in the liver and 2% to 3% of adults meet diagnostic criteria for NASH.[15] In a prospective study of 241 consecutive patients in a primary care clinic, the prevalence of fatty liver was 37%.[16] Patients with NAFLD were more likely to be obese and have diabetes (54% vs 4%), hypertension (41% vs 10%), and insulin resistance (54% vs 20%). Multivariate analysis showed that diabetes, age, and waist circumference were independent predictors of NAFLD. In analysis of intraoperative biopsies obtained from 57 patients with body mass index (BMI) > 40 kg/m2 who underwent bariatric surgery, 11% showed no hepatocellular injury, 18% had steatosis, and 72% had NASH.[17] Diabetes, increased ALT levels, hyperlipidemia, and hypertension were more frequent in the group of patients with NASH.

What is the prevalence of NASH among different racial groups? Attar and colleagues[18] evaluated 1253 consecutive patients at Cook County Hospital (Chicago, Illinois) who presented with abnormal ALT levels -- 72 patients met criteria for NASH (53 female), 64% were Hispanic, 18% African American, 7% white, and 7% Asian. This distribution contrasts with their overall outpatient population -- 60% African American, 30% Hispanic, and < 10% white, Asian, or other. Significant fibrosis was associated with diabetes, higher BMI, and age > 45 years. However, Hispanics also had the highest risk for development of advanced fibrosis, and NASH occurred at a lower BMI and at younger age in Hispanics.

Low serum levels of adiponectin, an anti-inflammatory cytokine secreted by adipocytes, has been associated with progression of NAFLD. Baranova and colleagues[19] found that the adiponectin mRNA level in intra-abdominal adipose tissue of patients with diabetes was significantly lower than that in nondiabetic patients. Insulin resistance related to obesity and diabetes may be responsible for low levels of adiponectin, which in turn can potentially predispose to disease progression.

A lower prevalence of obesity-associated NAFLD is found in African-American children, compared with white and Hispanic children. Louthan and colleagues[20] reported that overweight African-American children had significantly lower adiponectin levels compared with white children, despite similar BMI Z score. In addition, the overweight white children had a significant negative correlation of adiponectin to fasting insulin and glucose; these correlations were not seen in African-American children. Better understanding of these differences may help explain prevalence differences in pediatric NAFLD between races.

The histologic features of NAFLD in children are different from those in older patients. A-Kader and colleagues,[21] in a review of 67 children (54 males) with NAFLD, noted that BMI did not correlate with ALT level or histologic grading. None of the children had ballooning degeneration, a common finding among adult patients with NASH. Necroinflammatory grade 1 was observed in 42% and grade 2 in 52% of subjects; fibrosis stage 0 was seen in 13% of subjects, stage 1 in 48%, and stage 2 in 26%. Intranuclear glycogen was observed in 21% of the biopsies. NAFLD was more common among the Hispanic population.

The Pathogenesis of NASH Is Multifactorial
Obesity and insulin resistance are key factors in exacerbating hepatic inflammation and fibrogenesis in NASH; insulin resistance is an antecedent in the accumulation of hepatocellular fat, whereas excess intracellular fatty acids, oxidant stress, adenosine triphosphate (energy) depletion, and mitochondrial dysfunction are important causes of hepatocellular injury in the steatotic liver. A "2-hit theory" is postulated: net retention of lipid in the hepatocyte triggers oxidative stress and cytokine release, culminating in NASH. There is also a role for genetic susceptibility and environmental influences.[15] NASH is associated with decreased insulin-mediated suppression of lipolysis; thus, subjects with NASH have high serum free fatty acid concentrations, allowing greater hepatic fatty acid uptake and oxidation. Increased fatty acid delivery to the liver affects the hepatocytes, interfering with insulin function and mitochondrial beta-oxidation. This leads to the development of steatohepatitis.

Morgan and colleagues[22] reported increased hepatic expression of transcription factors that activate hepatic genes involved in lipogenesis and fat accumulation in livers of mice with NAFLD. In another study, Feldstein and colleagues[23] determined the mechanism of fatty acid-induced steatosis -- lysosomal permeabilization leading to release of proteases into the cytosol. Specific regulatory genes were identified. Liver fatty acid binding protein (L-Fabp) is thought to facilitate the intracellular trafficking and metabolism of hydrophobic lipid molecules such as fatty acids. Newberry and colleagues[24] demonstrated that deletion of L-Fabp protects mice against the development of diet-induced hepatic steatosis; there was decreased hepatic expression of genes related to fatty acid oxidation. These investigators postulate that fatty acids are targeted for metabolism into cholesterol rather than for storage as triglyceride in the absence of L-Fabp. Pandya and colleagues[25] documented that under conditions of a high-fat diet, mice develop insulin resistance and hepatic injury analogous to human fatty liver disease due to upregulation of apolipoprotein C-III and downregulation of the p53 gene. These studies indicate potential therapeutic targets for lipotoxicity-mediated processes such as NAFLD.

What Genetic or Environmental Factors Play a Role in Progression From NAFLD to NASH?
Huang and colleagues[26] used a candidate gene approach to identify genetic markers associated with NASH in 187 subjects. DDX5, a helicase associated with fibrosis, was found to be associated with an increased risk of NASH, whereas MTP, a gene central to hepatic lipid export, was found to be associated with a decreased risk. Advanced glycation end products (AGEs) accumulate in diabetes and play an important role in the pathogenesis of angiopathy and insulin resistance. Additionally, AGEs activate hepatic stellate cells to induce fibrosis. In a study presented during these meeting proceedings, Hyogo and colleagues[27] reported that serum AGE levels are increased in patients with NASH. Hepatic AGE depositions were found in the pericellular areas and in the vicinity of portal areas; these findings were persistent regardless of stage and glucose intolerance patterns. AGEs may play an important role in the progression to NASH from NAFLD, and thus could be a predictive factor.

To further clarify the effect of AGEs in NASH, Iwamoto and colleagues[28] studied liver fibrosis and inflammation using hepatic stellate cells. AGEs stimulated proinflammatory/fibrogenic cytokines through overgeneration of reactive oxygen species; these effects were prevented by antioxidants. Trujillo and colleagues[29] found that the MnSOD (manganese superoxide dismutase) Ala16Val gene and TNF (tumor necrosis factor)-alpha gene G-polymorphisms were involved in determining susceptibility to NASH, likely inducing oxidative stress and inflammatory process. Thus, anti-AGE and antioxidative stress therapy may be useful in the treatment of NASH.

Increased iron stores correlate with the degree of fibrosis in NASH. Jayaraman and colleagues[30] hypothesized that higher iron stores in overweight diabetics would correlate with hepatic steatosis and higher levels of ALT. Of 131 subjects, 39% were iron-deficient, 31% anemic, and 15% both. For each 10% increase in transferrin saturation, mean ALT level increased by 12%. The mean ALT level in individuals with anemia was 18% lower than in those without anemia. Patients who had iron-deficiency anemia were less likely to have hepatic steatosis (37% vs 60%).

What Can We Learn From Models of Fatty Liver?
Steatosis is associated with familial partial lipodystrophy, which is caused by mutations in the LMNA gene. These patients have severe insulin resistance, dyslipidemia, and NASH. Peroxisome proliferator-activated receptor-gamma (PPAR-gamma) plays an important role in glucose metabolism and mutations within the PPARG gene cause familial partial lipodystrophy.[31] Thus, both LMNA and PPARG mutations can result in steatosis and may therefore serve as monogenetic models for steatosis. NASH is found in lean subjects without obvious metabolic disturbances. In a study presented during this year's DDW meeting, Friedrich and colleagues[32] found that altered body composition (decreased cell mass, as in lipodystrophy) to be a risk factor in 15 normal-weight patients (BMI < 27 kg/m2) with NASH.

Choline-deficient (CD) and methionine- and choline-deficient (MCD) diets induce 2 different models of steatosis; the CD diet causes slow progression of hepatic steatosis, whereas the MCD diet rapidly induces steatohepatitis.[33] The CD diet also induces key features of human metabolic syndrome -- obesity, insulin resistance, beta-cell dysfunction, and dyslipidemia. Okumura and colleagues[34] investigated the mechanism underlying the steatohepatitis caused by these diets. Hepatic steatosis and infiltration of leukocytes were prominent in mice fed an MCD diet; overt hepatic fibrosis was observed after 8 weeks. The mechanisms involved oxidative stress, TNF-alpha, and chemokines. Mice lacking physiologic upregulation of adiponectin levels lost body weight, suggesting that adiponectin plays a pivotal role in regulation of insulin sensitivity and modulation of inflammatory and profibrogenic responses in dietary steatohepatitis. The MCD diet increases hepatocyte expression of a Th-1 cytokine osteopontin (OPN), and OPN-knockout mice fed an MCD diet develop steatosis with significantly reduced hepatic injury and fibrosis.[35] OPN expression was found to stimulate hepatocyte injury but not steatosis in patients with NASH.

The Treatment of NAFLD
There is no effective treatment for NAFLD, but there are several potential approaches. They include: (1) treatment of risk factors -- weight reduction (diet and exercise, or in extreme cases, surgery); (2) pharmacologic treatment of insulin resistance; (3) use of lipid-lowering agents; and (4) use of drugs that protect hepatocytes/antioxidants (ursodeoxycholic acid [UDCA], betaine, vitamin E, lecithin, beta-carotene, and selenium). There were no significantly new data regarding the use of lipid-lowering agents in this setting presented during these meeting proceedings.

Weight Reduction
Improved liver histology occurs after weight reduction, but rapid weight loss can be associated with a transient worsening of inflammation and fibrosis. Andersson Friis-Liby and colleagues[36] studied the early changes in liver tests and in intrahepatic fat (by computed tomography) during rapid weight loss (overall weight loss was about 28 kg) in 40 patients with NAFLD. An initial increase of fatty infiltration in the liver was seen, in parallel to an increase in ALT levels. Thereafter, weight reduction induced normalization of liver fat and improved serum ALT and insulin sensitivity. Tendler and colleagues[37] prospectively enrolled 5 adult patients with biopsy-proven NASH to a very low carbohydrate diet (25 g/day). At 24 weeks, they observed improved ALT levels, lipid and insulin resistance parameters, hepatic steatosis, and histologic grade. This study could not discriminate between the effects of a low-carbohydrate diet and generalized weight loss.

In another study, Kaushik and colleagues[38] assessed the effects of Roux-en-Y gastric bypass surgery on liver histology in 31 obese patients with NAFLD. Mean BMI decreased from 51 to 34. All patients had steatosis on initial biopsy, but only 39% had steatosis on follow-up; 68% of subjects showed improvement in NASH grades and 23% had no inflammation following Roux-en-Y gastric bypass. Barker and colleagues[39] also reported that weight loss, achieved through Roux-en-Y gastric bypass, improved histopathology in 149 obese patients with biopsy-proven NASH. At the time of surgery, 23% of patients had histopathologic evidence of NASH. After an average of 642 days, histopathologic criteria for NASH were no longer found in 84% of patients. Surgery also improved hepatic steatosis and the resulting inflammation in 732 subjects evaluated by Keshishian.[40] No detrimental effects on hepatic function were noticed. Thus, in obese patients with NAFLD, gradual and substantial weight loss achieved by Roux-en-Y gastric bypass decreases hepatic fat content, inflammation, and fibrosis. A related study by Phillips and colleagues[41] aimed to examine the initial extent of postoperative fat loss from various anatomic sites. Fat loss was most marked from subcutaneous sites, but fat loss from visceral and hepatic depots was less marked. This finding presumably explains the lack of effect of this weight loss upon whole-body insulin sensitivity.

Pharmacologic Treatment of Insulin Resistance -- Improving Insulin Sensitivity Medically
The insulin sensitizer metformin* elicits resolution of hepatic steatosis in mice. In humans with NASH, metformin improves biochemical indices of hepatocellular injury and insulin resistance. Blaszyk and colleagues[42] treated 10 patients with biopsy-proven NASH with a 48-week course of metformin (2 g/day). Metformin improved hepatic necroinflammation but did not improve hepatic fibrosis. Thus, as sole therapy, metformin does not appear to be beneficial.

Thiazolidinediones (PPAR-gamma agonists) ameliorate insulin resistance and reduce hepatic fat stores in type-2 diabetes mellitus. Harrison and colleagues[43] performed a randomized, double-blind, placebo-controlled trial to examine the efficacy of a thiazolidinedione, pioglitazone* (45 mg for 6 months), in 22 patients with biopsy-proven NASH. Treatment with pioglitazone resulted in an approximately 2.5-fold increase in plasma adiponectin, reduced ALT levels, and a 25% reduction in hepatic fat content by magnetic resonance imaging. A significant improvement in ballooning degeneration, steatosis, and fibrosis was only seen with pioglitazone treatment. Discontinuation of pioglitazone in 21 patients was associated with a return of insulin resistance, increase in serum ALT levels, and a worsening of hepatic steatosis and inflammation.[44] Prolonged therapy with pioglitazone may be necessary to maintain the biochemical response and the histologic improvement seen with short-term therapy with this agent. Pentoxifylline* (1600 mg/day) reduced TNF-alpha levels and improved insulin sensitivity in patients, especially women, with biopsy-proven NASH.[45]

Drugs That Protect Hepatocytes/Antioxidants
Oxidative stress plays a major role in the pathogenesis of NASH; this results from free radicals generated by cytochrome P4502E1 (CYP2E1) induced by fatty acids. Lieber and colleagues[46] tested the hypothesis that combination s-adenosylmethionine and dilinoleoylphosphatidylcholine may be effective in treating NASH. Hepatic steatosis and CYP2E1 mRNA decreased with treatment, reflecting significant control of oxidative stress. Oliveira and colleagues[47] evaluated the efficacy of N-acetylcysteine* (1.2g/day orally) in reducing oxidative stress. They found that serum ALT levels were reduced in the first month of treatment, but were not decreased significantly at 6 months. Moreover, no improvement was noted in inflammation, fibrosis, or liver steatosis. Thus, N-acetylcysteine alone does not appear to be a potent therapy for NASH. Finally, Oz and colleagues[48] evaluated the potential efficacy of 2(RS)-n-propylthiazolidine-4®-carboxylic acid (PTCA),* an L-cysteine prodrug (an antioxidant involved in the biosynthesis of glutathione) in a dietary model of NASH. They found that PTCA therapy suppressed abnormal ALT levels to normal, improved pathologic findings, and reduced induction of genes involved in tissue remodeling.

Looking to the Future
The research agenda for NAFLD should focus on further defining the role of insulin resistance and abnormal lipoprotein metabolism in the pathogenesis of hepatocellular injury. The link between obesity and inflammation will continue to be defined.[49] Moreover, there will be good utility in understanding genetic factors and environmental influences predisposing to disease. Thus, insights provided by studies presented during this year's DDW meeting may provide the path forward for the development of noninvasive predictors of disease and more effective preventive and therapeutic strategies.

Tuesday, November 6, 2007

Varices Esophagus




Varses Esophagus adalah pelebaran pembuluh darah dalam yang ada di dalam koronkongan makan (esophagus). Pelebaran ini dapat terjadi dalam bentuk yang kecil hingga besar, bahkan hingga besarnya dapat pecah menimbulkan perdarahan hebat. Perdarahan yang terjadi dapat dimuntahkan dengan warna hitam hingga merah segar dan darah dapat mengalir ke bawah (anus) sehingga timbul buang air besar hitam (melena).
Mekanisme yang mendasari terjadinya varises esophagus ini adalah penyempitan pembuluh darah yang berasal dari esophagus untuk mengalir ke dalam hati (liver). Peristiwa ini terjadi pada penyakit hati kronik dengan disertai perubahan struktur dari organ hati (hal yang dinamakan sirosis hati). Pada keadaan yang terus berlangsung, sehingga aliran darah di dalam dinding esophagus melambat dan tekanannya meninggi.
Keluhan yang sering terjadi pada keadaan ini rasa mual, mudah capek, terkadang mata jadi kuning.
Pengobatan yang dilakukan menurunkan tekanan darah yang ada dalam pembuluh darah di esophagus dan mengikat pembuluh darah yang menonjol dalam saluran esophagus, tetapi jangan lupa untuk mengobati penyakit dasar yang menimbulkan varises esophagus (sirosis hati)

Friday, October 26, 2007

Keto asidosis diabetik



Keto Asidosis Diabetik adalah salah satu bentuk dari komplikasi pada penderita kencing manis (Diabetes Melitus) yang terjadi pada waktu yang cepat. Gejala dari keto asodosis diabetik ini mulai dari penurunan kesadaran, sesak nafas, dehidrasi, suhu badan tinggi, muntah - muntah, banyak kencing hingga ngompol. Komplikasi ini bila tidak diberikan pengobatan yang cepat dan tepat maka kematian dengan sangat cepat datang. Hal ini bisa terjadi pada keadaan penderita kencing manis tipe 1 yang mendapat pengobatan suntikan insulin tetapi lupa atau tidak menyuntik insulin dengan dosis yang tepat dan pada kencing manis tipe 2, terjadinya komplikasi ketoasidosis disebabkan infeksi, stres pada metabolisme tubuh (Stroke, Serangan Jantung/infark miokard).

Pengobatan pada kondisi ini dengan perawatan Intensive Care, monitor cairan tubuh, tekanan darah, monitor jumlah kencing, monitor kesadaran dan pemberian insulin dan jangan lupa mencari pencetus dari keto asidosis yakni fokus infeksi seperti infeksi gigi, saluran kencing, saluran pernafasan, infeksi jaringan kulit (bisul).

Tuesday, October 23, 2007

Batu empedu




Batu empedu adalah batu yang terdapat dalam kantong empedu. Batu empedu dapat juga terdapat pada saluran empedu. Keluhan yang dirasakan pada awal sekali adalah rasa tidak nyaman pada lambung bila sudah makan, lalu pada perut kosongpun rasa tidak nyma tetap dirasakan pada tahap yang lebih lanjut lagi timbul rasa sakit pada perut kanan atas. Rasa sakit ini dapat mejalar ke pinggang kanan dan bahu kanan. Pada beberapa orang yang tidak terlalu memperdulikan rasa sakit di badanya, proses ini akan berjalan terus hingga terjadi rasa sakit hebat pada perut kanan atas disertai dengan keringat dingin untuk menahan rasa sakitnya (sakit ini dinamakan colic empedu), pada saat ini pasti sudah meminta pertolongan. Gejala lain yang terjadi pada keadaan yang berlanjut dapat timbul panas (terjadi penyulit infeksi), kuning pada mata dan kencing kuning tua seperti teh botol.

Penyebab terjadinya batu empedu ini berbagi sebab diantaranya kolesterol tinggi, infeksi pada sistem saluran empedu. Pada wanita lebih sering dari pada pria, gemuk dan usia subur.

Deteksi awal yang dilakukan adalh dengan pemeriksaan USG Abdomen dalam keadaan puasa agar kantong empedu mengembang sehingga mudah untuk dideteksi dengan USG.

Pengobatan definitif untuk batu kandung empedu dengan operasi pengangkatan kantong empedu beserta batu yang ada didalamnya.

Friday, October 19, 2007

Hati - Hati Ada Penipuan dari Internet

Pada para pembaca blogger saya, kali ini saya menginformasikan pada e-mail yang biasa kita pakai dapat "dibobol" dalam arti dipakai oleh orang lain yang seolah - olah kita yang menggunakan e-mail itu. Dalam "actionnya" "mereka" bisa memberikan informasi untuk tujuan penipuan. Yang buat celakanya "mereka" mengirim kepada kenalan kita yang ada di mail address. Tentu saja teman atau keluarga kita yang membaca sebagian percaya dan sebagian jadi bingung dengan informasi buatan "mereka". Untuk hal ini mungkin pada pembaca yang tahu banyak dalam bidang komputer/internet dapat membantu saya mencegah dan kalau bisa melacak pelaku yang melakukan hal ini.

Monday, October 8, 2007

Struma (Pembesaran Kelenjar Gondok)


Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormaon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves' disease). Ada juga struma yang tidak menimbulkan gejala seperti itu bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga pasien datang berobat hanya karena keluhan merasa takut atau risih karena gondoknya membesar, hal ini bisa disebabkan oleh cairan tiroid (kista tiroid) dan kanker kelenjar tiroid. Struma juga bisa disebakan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama (gondok endemik). Pemeriksaan yang dilakukan adalah mengetahui dulu status horman tiroid dengan pemeriksaan FT4 dan TSH, USG kelenjar tiroid dan scanning kelenjar tiroid. Pengobatan dari struma ini tergantung dari status horman tiroid (hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid), dari USG apakah mengandung cairan (kista tiroid) dan dari scanning tiroid (HOT atau COLD) nodul.

Saturday, October 6, 2007

Pembesaran Hati (Hepatomegali)


Pembesaran Hati (Hepatomegali) adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid, amoeba,pemimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis). Keluhan dari hepatomegali ini gangguan dari sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam. Pengobatan pada kasus hepatomegali ini berdasarkan penyebab yang mendasarinya.

Friday, September 21, 2007

Gagal Jantung


Gagal Jantung adalah kegagalan organ jantung untuk mengalirkan darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penyebab dari gagal jantung mulai dari kelaianan katub jantung bawaan, pembuluh darah koroner yang tersumbat, darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes melitus), kegemukan (obesitas), infeksi dari difteri, hepatitis virus C, bahkan karena obat (obat kanker). Gejala dari gagal jantung adalah sesak nafas, berdebar - debar, keterbatasan melakukan aktifitas (mudah capek), terbangun malam hari karena sesak nafas, tidur dengan bantal kepala tinggi baru lega bernafas, kaki bengkak. Pengobatan gagal jantung terutama adalah mengoreksi kelaianan yang mendasari gagal jantung. Obat yang lazim dipakai pada gagal jantung adalah obat untuk menbuang cairan dari badan agar beban cairan tidak menambah kerja jantung (pembuat kencing jadi banyak)dan obat penguat otot jantung (digitalis).

Tuesday, September 18, 2007

Gagal Ginjal


Gagal ginjal adalah penurunan fungsi ginjal untuk membersihkan tubuh dari sisa - sisa metabolisme tubuh. Adapun sisa - sisa metabolisme itu adalah ureum dan creatinin. Penyebab dari gagal ginjal beraneka macam penyebnya. Terdapat tiga golongan sebagai penyebab dari gagal ginjal yakni pre-renal, renal dan post-renal. Pada kebanyakan sebagai penyebabnya pada masyarakat kita adalah penyalahgunaan obat penghilang rasa nyeri (encok,pegel-linu) berlebihan, darah tinggi yang tidak terkontrol atau yang sengaja tidak mau/lalai minum obat darah tinggi, penderita kencing manis, peradangan sel ginjal (glomerulonephritis) dan batu ginjal. Gejala yang dialami pada penderita gagal ginjal justru bukan rasa pegal di pinggang, tetapi rasa lemas, mual, pusing sebagai akibat dari penumpukan sisa metabolisme yang tidak bisa keluar sebagai kencing.
Pengobatan dari gagal ginjal ini berdasarkan penyebabnya. Tetapi secara umum mengurangi asupan makan yang menjadi supply sisa metabolisme yang tinggi seperti protein yang nilai biologinya rendah, pembatasan cairan, pengaturan elektrolit darah.

Monday, September 17, 2007

Sindom Metabolik



Sindrom Metabolik adalah kelaianan yang terjadi pada tubuh manusia dengan beberapa kondisi yakni gemuk pada perut(central obesity), tekanan darah yang meningkat, peninggian kadar trigliserida, peningkatan insulin resisten dan penurunan kadar kolesterol HDL. Sindrom metabolik ini merupakan langkah awal untuk terjadinya kondisi yang lebih serius pada tubuh manusia. Kondisi itu seperti DM (diabetes melitus), penyakit jantung koroner dan gangguan peredaran darah otak (stroke).
Asal dari kondisi ini dimulai dari banyaknya energi yang masuk ke dalam tubuh berupa asupan makan yang berlebih, sehingga terjadi penumpukan lemak pada perut dengan disertai kelianan pola kadar kolesterol dan peningkatan tekanan darah.

Saturday, September 15, 2007

Luka Lambung Karena Obat


Perdarahan lambung atau saluran cerna secara keseluruhan dapat disebabkan oleh pemakaian obat. Obat yang sering menyebakan luka pada dinding lambung adalah obat penghilang rasa sakit, yang mana biasa diiklankan obat mujarab untuk pegel linu, sakit encok, tulang dan sendi. Perlukaan yang terjadi sebagai akibat dari obat ini dapat mengancam jiwa, bila terjadi perdarahan yang hebat (lebih dari 2 liter). Perlukaan pada dinding lambung yang terjadi dapat juag terjadi hingga merobek dinding lambung, dan apabila hal ini yang terjadi maka angka kematian meningkat menjadi 2 hingga 3 kali lipat.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam makan obat penghilang rasa sakit ini adalah adanya efek samping perlukaan pada dinding lambung. Jadi jangan terlena dengan kemanjuran obat penghilang rasa sakit, sehingga lupa akan ancaman lukanya dinding lambung.

Friday, September 14, 2007

Obat Nitrat

Obat nitrat dengan berbagai merek dagang seperti cedocard, monecto dll, dipergunakan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner. Obat ini bekerja pada pembuluh darah koroner dengan cara terjadi pelebaran pada pembuluh darah tersebut, sehingga lebih banyak darah mengalir pada pembuluh darah itu maka semakin banyak zat makanan dan oksigen untuk otot jantung.
Kegunaan lain dari obat ini dapat digunakan untuk mengurangi tekanan darah pada saluran makan (kerongkongan)sehingga pada kasus perdarahan saluran makan bagian atas dapat berkurang perdarahannya.

Tuesday, September 11, 2007

Pankreatitis


Pankreatitis adalah peradangan kelenjar pankreas. Tanda dari gejala ini adalah rasa sakit pada uluhati yang amat sangat, suhu badan yang meningkat, muntah hebat. Penyebab dari pankeatitis adalah idiopatik (artinya tidak diketahui secara pasti), tetapi ada kecenderungan yang harus dilacak adalah apakah terdapat batu pada saluran empedu, kadar trigliserida yang tinggi. Petanda laboratorium yang dipakai adalah tingginya kadar amilase dan lipase. Pengobatan pankreatitis dengan puasa (tidak boleh makan dan minum), serta antibiotik yang penetrasi ke jaringan pankreas tinggi.

Friday, September 7, 2007

Keringat

Keringat adalah salah satu cairan tubuh yang dikeluarkan oleh jaringan kulit dlaam hal ini oleh kelenjar keringat (sebacea). Komponen dari cairan ini juga mengandung lemak. Pada kulit kita terdapat juga mikroorganisme yang hidup secara saprofit. Mikroorganisme ini juga yang mencerna komponen lemak yang ada pada cairan keringat. Proses pencernaan ini menimbulkan bau/aroma yang khas.
Jumlah produksi keringat per hari sekitar 500 ml, tetapi pada keadaan lingkungan yang panas produksi akan lebih banyak lagi.
Pada penyakit seperti hipertiroid produksi keringat akan lebih banyak karena proses metabolisme tubuh dipacu termasuk kelenjar keringat.

Tuesday, September 4, 2007

Mencret (Diare)

Mencret (Diare) adalah buang air besar dengan konsistensi cair lebih dari 3 kali sehari. Adapun penyebabnya mulai dari infeksi, alergi, salah pencernaan, tumor pada saluran cerna, akibat dari radiasi pada saluran cerna bahkan AIDS/HIV.
Pengobatan yang utama adalh pemberian cairan untuk mengganti cairna yang dikeluarkan. Obat-obatan yan dapat dipergunakan adalah yang berkemampuan untuk menyerap cairan tinja sehingga konsistensi tinja menjasi lebih padat.

Pneumothorak


Pneumothorak adalah terakumulasi udara di dalam rongga pleura. Akibat dari terakumulasi udara dalam rongga pleura dan bila terjadi dalam jumlah yang banyak akan mendesak organ paru sehingga paru mengempis. Organ paru sebagai alat yang bertanggung jawab untuk mengambil oksigen, dengan segala akibatnya yang terjadi pada tubuh bila kekurangan oksigen.
Pengobatannya adalah bila volume udara hanya sedikit cukup diobervasi dalam beberapa hari akan hilang dengan sendirinya, tetapi bila terjadi dalam jumlah yang banyak dan sesak nafas, maka harus disedot udara dari rongga pleura agar organ paru mengembang dan berfungsi kembali.

Monday, September 3, 2007

Nyeri pinggang

Nyeri pinggang sering dirasakan oleh setiap orang, baik berumur muda ataupun tua. Rasa sakit pinggang ini dapat terjadi dalam waktu yang singkat ataupun dapat juga terjadi pada waktu yang lama (menahun). Yang perlu diperhatikan apakah nyeri pinggang ini merupakan awal dari penyakit yang berbahaya atau bukan. Yang dimaksud berbahaya adalah penyakit yang mengancam jiwa. Adapun penyakit yang mengancam jiwa adalah batu empedu, batu ginjal, ataupun tumor pada daerah pinggang. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan kencing, kadar bilirubin darah, fungsi liver dan USG.

Monday, August 27, 2007

16 lifestyle for reduce GERD symptoms

1.Steer clear of tight clothes. Tight belts, waistbands, and pantyhose can press on your stomach, triggering heartburn.
2.Strive for a less stressful life. Stress may increase stomach acids, boosting heartburn symptoms.
3.Heavy? Try losing weight. The pressure of excess weight increases the chance stomach acid will backup into the esophagus.
4.Popping antacids more than once a week? You may have GERD, not heartburn, and need more aggressive treatment.
5.Try chewing gum at night. This can boost the production of saliva, which neutralizes stomach acid.
6.Not all "trigger" foods cause GERD symptoms in everyone. Keep track of your symptoms to find your personal triggers.
7.Pregnant? You may experience heartburn or GERD. Talk to your doctor about finding relief.
8.Heartburn worse after exercise? Drink plenty of water. It helps with hydration and digestion.
9.Untreated GERD can radically increase your risk of esophageal cancer. But reflux can be managed. Talk with your doctor.
10.Try keeping a diary or heartburn log to keep track of activities that might trigger incidents.
11.A full tummy can mean a night full of heartburn pain. Wait at least 2-3 hours after you eat before going to bed.
12.Wait for your workout. Don't want to trigger heartburn? Wait at least two hours after a meal before exercising.
13.Nicotine can cause your esophageal sphincter to relax. If you smoke, kick the habit.
14.Some medicines can worsen reflux. Talk with your doctor about alternatives.
15.Use blocks or bricks under the bedpost to raise the head of your bed 6 inches so you can sleep with head and chest elevated. You can also try a wedge pillow.
16.Bend with your knees. Bending over at the waist tends to increase reflux symptoms.

12 Food and Drink to avoid GERD symptoms

1.Prevent heartburn by limiting acidic foods, such as grapefruit, oranges, tomatoes, or vinegar
2.Spicy foods giving you heartburn? Cut back on pepper or chilies.
3.Don't lie down for two to three hours after you eat. When you are sitting up, gravity helps drain food and stomach acid into your stomach.
4.Enjoy lean meats and nonfatty foods. Greasy foods (like French fries and cheeseburgers) can trigger heartburn.
5.Want to avoid GERD symptom triggers? You may want to cut back on chocolate, mint, citrus, tomatoes, pepper, vinegar, catsup, and mustard.
6.Avoid drinks that can trigger reflux, such as alcohol, drinks with caffeine, and carbonated drinks.
7.Size matters: Eat smaller meals and you may avoid triggering GERD symptoms.
8.Enjoy an after-work drink? You may want to turn to teetotaling: Alcohol can relax the esophageal sphincter, worsening GERD.
9.Crazy about colas? It may be time to cut back. Colas can be related to reflux and to GERD symptoms.
10.Keep heartburn at bay: Don't eat too quickly! Try putting your fork down between bites.
11.Avoid snacking at bedtime. Eating close to bedtime can trigger heartburn symptoms.
12.Reduce your nighttime heartburn risk: Eat meals two to three hours before sleep.

Nyeri perut kanan bawah

Nyeri perut kanan bawah yang terjadi secara tiba - tiba dan tidak pernah terjadi sebelumnya, maka hati - hati dengan masalah usus buntu. terlebih lagi bila titik yang dirasakan nyeri itu pada titik "Mc Burney". Titik Mc Burney berada pada pertengahan antara umbilikus (pusar) dengan tonjolan tulang pada bagian panggul. Terkadang sebelum timbulnya rasa nyeri itu, timbul juga rasa sakit maag yang tidak kunjung selesai atau sering sekali sakit maag yang terjadinya hilang timbul, sehingga sering sekali berobat untuk sakit maag.
Tindakan diagnostik untuk mengetahui ini dengan cara pemeriksaan apendikogram.
Pengobatan yang definitif adalah operasi usus buntu.

Friday, August 24, 2007

Hipertiroid

Hipertiroid adalah peningkatan dari hormon tiroid dalam darah. Gejala yang dirasakan adalah rasa gemetar pada jari tangan, lemas, jantung berdebar cepat, berkeringat bannyak walau berda dalam suhu yang dingin, badan semakin kurus walaupun makan masih dalam jumlah yang banyak, pada keadaan yang lebih lanjut lagi disetai dengan diare yang banyak sehingga menyebabkan dehidrasi.
Pada penampakan di daerah leher terkadang disertai dengan pembesaran kelenjar gondok.
Pengobatan yang diberikan adalah menurunkan dengan cepat kadar hormon tiroid dalam darah dengan obat anti tiroid.
Komplikasi dari hipertiroid pada yang lanjut dapat mengancam jiwa, sehingga pada gejala yang berat harus dirawat di rumah sakit.

Plantar Fasciitis


Plantar Fasciitis adalah peradangan pada serabut otot telapak kaki tepatnya pada daerah tumit. Gejala yang dirasakan adalah rasa sakit pada waktu bangun tidur pagi hari pada melangkah pertama kalinya, lalu berkurang pada langkah - langkah berikutnya.
Hal ini terjadi karena pemakaian alas kaki yang keras atau berat badan yang berlebih.
Pengobatan yang definitifnya adalah penyuntikan obat kortikosteroid pada tempat yang paling sakit.

Saturday, August 18, 2007

Sakit Perut Setelah Minum Minuman Beralkohol

Sakit perut pada daerah ulu hati secara mendadak dapat disebabkan oleh minuman alkohol. Hal ini sering dijumpai pada pesta malam minggu yang sering disertai dengan minuman alkohol dalam jumlah banyak atau pada orang yang tidak pernah minum alkohol sebelumnya, tetapi minum pada saat itu untuk tujuan berpesta. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada dinding selaput lendir (mukosa) perut sehingga menimbulkan rasa nyeri pada ulu hati.
Pengobatan pada gangguan ini terkadang tidak sembuh dengan obat perut yang dijual bebas di apotik atau toko obat.

Monday, August 13, 2007

Sembuh Dari Hepatitis B

Pada pemeriksaan pasca infeksi dari virus hepatitis B adalah terbentuknya antibodi terhadap virus tersebut. Hal ini dicirikan dengan Anti Hbs yang positif dan sudah tidak terdapat lagi virus tersebut didalam darah HbsAg yang negatif. Kondisi seperti ini bisa didapat dari orang yang telah sembuh dari infeksi virus hepatitis B atau telah sukses menjalankan vaksinasi untuk heptitis virus B, dan pada pemeriksaan fungsi liver yakni SGPT/SGOT telah kembali pada angka normal.

Wednesday, July 25, 2007

AIDS ENTEROPATHY

AIDS Enteropathy

Reported evidence suggests that HIV itself may be an indirect diarrheal pathogen because viral proteins have been found in the gut. HIV has been identified in histologic specimens from the GI tract tissue in up to 40% of patients.The virus is confined to lamina propria macrophages and enterochromaffin cells and has not found in epithelial cells. Intestinal HIV infection may also affect local humoral immunity and cause motility disturbances via effects on autonomic nerves.

An "idiopathic AIDS enteropathy" has been proposed to account for the diarrhea in HIV-infected patients who lack an identifiable pathogen. This syndrome may result from indirect effects of HIV on enteric homeostasis. Although the precise features of the syndrome are not agreed on, the term implies a chronic diarrheal illness with no identified etiology in patients with advanced HIV disease. Some advocate the inclusion of mucosal hypoproliferation as a defining feature. Enteric HIV infection may lead to mucosal atrophy, which in turn impairs small-bowel absorption, causing diarrhea and weight loss.

Wednesday, July 11, 2007

Kaki Diabetes

Kaki diabet sebagai problem yang paling tersering dihadapi


Pendahuluan
Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis bukanlah sesuatu penyakit baru yang diderita oleh masyarakat umum. Prevalensinya meningkat di masyarakat hal ini berhubungan dengan peningkatan perkapita di kota2 besar & perubahan gaya hidup.
Diabates sudah dikenal sejak berabad abad sebelum masehi. Pada naskah kuno dari mesir disebutkan adanya suatu penyakit aneh dengan tanda2 banyak kencing hal ini terjadi 1500 tahun sebelum masehi, cendikiawan cina dan India melukiskan air seni yang terasa manis pada pasien2nya di abad ke 3 sampai 6

Perjalanan penyakit
Seperti kerja sebuah mesin, tubuh manusia memerlukan energi untuk melakukan aktivitasnya. untuk itulah manusia memerlukan makanan, sebagai sumber bahan bakar yang akan diubah menjadi energi, sehingga tubuh dapat melakukan fungsi metabolismenya. Perubahan makanan menjaid sumber energi yang diperlukan tubuh ini melalui tahap2 reaksi kimia yang rumit. Tapi pada intinya makanan yang kita makan akan diubah menjadi glukosa yang dipakai sebagai sumber energi utama tubuh sebagai bahan bakar metabolismenya.untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar maka glukosa yang telah terbentuk tadi harus diserap masuk kedalam sel2 tubuh terlebih dahulu untuk selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar metabolisme tubuh.
Pada tahap inilah sebuah zat yang disebut insulin yang diproduksi oleh organ pankreas berperan. Jadi insulin berfungsi untuk memasukkan glukosa kedalam sel. Kekurangan insulin oleh beberapa penyebab dapat meningkatkan jumlah glukosa dalam darah, inilah keadaan yang kita sebut diabetes mellitus.

Faktor resiko
Beberapa faktor resiko penyebab diabetes mellitus, selain faktor keturunan anatara lain adalah infeksi, pola makan yang salah, kegemukan, obat2an, proses penuaan dan stress.

Tanda2 klinis
Pada penderita diabetes mellitus terdapat 3 tanda klasik; sering minum yang disebabkan rasa haus yang berlebih, kencing berlebihan terutama pada malam hari, penurunan berat badan yang cepat walau disertai oleh makan yang banyak.
Hal ini dapat disertai tanda2 atau gejala2 lain yang tidak khas yaitu kelemahan otot, kesemutan pada tangan atau kaki, gatal2 hingga penurunan kemampuan seksual.

Penyulit
Penyebab komplikasi yang paling tersering dihadapi oleh penderita diabetes adalah timbulnya luka di kaki yang menjadi sumber infeksi serius. Hal ini disebabkan pada penderita diabetes mellitus terjadi kekurangan sensibilitas ujung2 saraf terutama di daerah kaki. Karena kaki mendapat beban tumpuan terberat dari tubuh yang menyebabkan terjadi tekanan pada pembuluh darah ditambah kondisi meningkatnya kadar gula darah yang tinggi yang menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah itu sendiri, yang akan mempengaruhi saraf2 kaki sehingga menyebabkan kaki kekurangan sensibilitasnya.
Hal ini yang menyebabkan seringnya terjadi luka pada kaki penderita diabetes mellitus, karena penderita tidak merasakan adanya luka. Luka diketahui biasanya oleh orang lain atau bila luka itu menimbulkan demam dan perdarahan.
Luka pada kaki penderita diabetes mellitus menyebabkan problem yang cukup serius,
Karena dapat mengurangi produktifitas penderita itu sendiri selain penyembuhan dan perawatan luka kaki diabet yang membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit, tergantung seberapa parahnya luka tersebut dan komplikasinya. Bila komplikasi terjadi sudah lanjut kadang2 dokter memutuskan jalan keluar yang terbaik untuk menyelamatkan pasien adalah dengan jalan amputasi.

Pencegahan
agar hal itu tidak terjadi maka ada beberapa langkah untuk mencegahnya
Mengubah pola makan
Mengubah gaya hidup
Mengontrol gula darah secara rutin dan berkala
Minum obat2 secara teratur
Selalu menggunakan alas kaki dengan ukuran yang tepat dan mempunyai ruang yang cukup.

Monday, July 9, 2007

Leptospirosis

LEPTOSPIROSIS
Dr.IMRAN NITO SpPD
Pendahuluan
Musim hujan telah tiba yang biasanya datang pada bulan - bulan semester kedua dalam perjalanan satu tahun musim. Pada musim hujan hama manusia yang timbul pada perkotaan adalah hama tikus. Tikus ini pada musim hujan terganggu sarangnya karena terendam air.
Di Jakarta pada musim hujan sudah langganan timbul banjir dimana – mana. Air kotor dari banjiran ini sangat berpotensial tercemar dengan kensing tikus.
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabakan oleh kuman yang dinamakan leptospira. Kuman ini hidup di air tanah yang kotor yang biasa terjadi pada musim hujan. Kuman ini dalam siklus hidupnya berasal dari air seni tikus. Jadi pada musim hujan dan banyak tikus pada daerah itu maka sudah menjadi kewaspadaan bagi kita untuk menjaga agar tidak tertular penyakit ini.
Penularan
Penularan leptosirosis melalui luka kulit terbuka. Kuman ini dengan cepat masuk pada peredaran darah dan memberikan gejala klinik berupa panas tinggi mendadak, penurunan kesadaran, mata kuning dengan ditandai peningkatan SGPT, SGOT dan penurunan fungsi ginjal. Pada kondisi ini sudah harus mendapatkan pengobatan yang cepat & tepat, mengingat angka kematian pada kondisi seperti ini mencapai 70%. Masa inkubasi penyakit leptospira ini antara satu hingga dua minggu dan lama perawatan pada penyakit leptospira ini tergantung komplikasi yang ditimbulkan, tetapi pada kondisi yang tidak ada komplikasi antara sepuluh hingga lima belas hari.
Namun pada pengobatan yang adekuat memberikan kesembuhan yang sempurna.
Pengobatan
Pengobatan leptospira sampai saat ini masih sensitive dengan antibiotik penisilin.
Pencegahan
Pencegahan leptosipra adalah menghindari kontak antara kulit dengan air kotor dengan memakai sepatu boot bila berada di tempat genangan air kotor dan pembersihan lingkungan yang dapat menjadi tempat persembunyian dan pembiakkan tikus.

Saturday, June 16, 2007

Kontrol Asma

Asma adalah kondisi dimana saluran nafas sensitif terhadap partikel alergen dari lingkungan tempat tinggal kita. Jadi penghindaran dari faktor alergen ini menjadi keharusan utama.
Pengobatan dari asma ini terdiri dari obat untuk mengurangi gejala atau penderitaan pasien dan yang kedua adalah untuk mengurangi sensitifitas saluran nafas.

Jenis obat yang aman untuk penderita asma adalah dengan obat inhalasi atau inhaler (semprot) karena tidak ada efek samping. Obat ini berkerja hanya pada saluran nafas saja, jadi tidak masuk pada peredaran darah.

Monday, June 11, 2007

Langkah - langkah Turunkan Hipertensi

Kesehatan - 7 LANGKAH TURUNKAN HIPERTENSI

Oleh Dr. IMRAN NITO SpPD

Bagi para penderita tekanan darah tinggi, penting mengenal hipertensi dengan membuat perubahan gaya hidup positif. Jika anda baru saja menemukan tekanan darah anda tinggi dan tengah berusaha menurunkannya, tak perlu khawatir ikuti tujuh langkah berikut untuk membantu mengatasinya:

Langkah 1: Mengetahui resiko
Tanya pada diri sendiri pertanyaan berikut: Apakah anda memiliki sejarah keluarga penderita hipertensi?
Apakah anda memiliki berat badan berlebih? Apakah anda makan makanan berkadar garam tinggi? Apakah anda cukup olahraga atau apakah anda perokok? Jika jawaban and ya pada salah satu pertanyaan di atas, anda beresiko memiliki tekanan darah tinggi.

Langkah 2: Mengontrol pola makan
Apabila anda ingin terhindar dari resiko hipertensi, jauhi makan makanan berlemak dan mengandung garam.
American Heart Association menyarankan konsumsi maksimum garam sebanyak satu sendok teh per hari. Sementara lemak memang dibutuhkan tubuh namun dalam jumlah kecil yaitu untuk menjaga tubuh tetap berfungsi karena itu konsumsi lemak disarankan kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari.

Langah 3: Tingkatkan konsumsi potasium (K) dan magnesium (mg)
Pola makan yang rendah potasium magnesium menjadi salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar adalah sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut.
Tidak heran dokter menyarankan memperbanyak buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan tekanan darah.

Langkah 4: Makan makanan jenis padi-padian
Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal pf Clinical Nutrition ditemukan pria yang makan sedikitnya satu porsi per hari sereal dari jenis padi-padian kecil kemungkinan terkena penyakit jantung hingga 20%. Semakin banyak konsumsi jenis padi-padian, semakin rendah resiko penyakit koroner termasuk tekanan darah tinggi. Satu langkah penting menurunkan tekanan darah tinggi dan menghindari komplikasi akibat hipertensi adalah sesederhana memilih roti gandum alih-alih makan beras putih atau beras merah.

Langkah 5: Tingkatkan aktivitas
Tidak diragukan meningkatkan aktivitas dapat menurunkan resiko tekanan darah tinggi. Anda tidak perlu berolahraga seperti seorang atlit, hanya 30 sampai 45 menit lima hari dalam seminggu cukup untuk menurunkan hipertensi.

Langkah 6: Sertakan bantuan dari kelompok pendukung
Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup sehat. Dukungan dan partisipasi orang lain membuatnya lebih mudah dan lebih asyik bagi setiap orang. Penelitian menujukan dukungan kelompok terbukti berhasil dalam membuat perubahan gaya hidup untuk mencegah tekanan darah tinggi.

Langkah 7: Berhenti merokok
Jika anda tidak merokok, itu baik bagi anda. Jika anda merokok, berhenti sekarang juga. Walaupun merokok tidak ada kaitan dengan timbulnya tekanan darah tinggi, merokok meningkatkan resiko komplikasi lain seperti penyakit jantung dan stroke pada mereka penderita hipertensi.

Thursday, May 31, 2007

Research Dr.Imran Nito

Acta Med Indones. ;36:8-14 15931696

Correlation between cortisol levels and myocardial infarction mortality among intensive coronary care unit patients during first seven days in hospital.
Imran Nito , Sarwono Waspadji , S Harun , H M S Markum
AIM: To measure cortisol level, its relationship with myocardial infarction, and to determine the correlation of elevated cortisol levels with the outcome of myocardial infarction. METHODS: This study was designed as a pre and post study. The diagnosis of myocardial infarction was established based on the WHO criteria. The patients were followed for seven days. Blood specimens were collected on day 1, 3, 5 and 7. RESULTS: Thirty six patients with myocardial infarction were studied. Four patients (11.1%) died and 32 patients (88.9%) survived. Nineteen patients (52.7%) had large infarcts and 23 patients (63.9%) had myocardial complications. The deceased patient's cortisol level differed significantly from those tht survived (65.68 + 29.07 vs 21350 + 15.82 microg/dl, p < 0.05). The groups with large infarcts and myocardial infarct complications had higher cortisol levels, but the difference was not significant compared with the group with small infarcts and patients without complications. Six patients (16.6%) who received thrombolytic therapy had significantly lower cortisol levels as compared to patients without thrombolytic therapy. The duration of elevation cortisol elevation in the deceased patient was longer than that among those who survived. Similar findings were also true for those with large infarcts when compared to those with small infarcts, as well as myocardial infarct patients with complications when compared to those without. However, the duration of cortisol elevation was shorter among patients who received thrombolytic therapy. CONCLUSION: Cortisol level can be used as a prognostic marker for myocardial mortality.
Mesh-terms: Acute Disease; Adult; Aged; Biological Markers, blood; Comparative Study; Coronary Care Units; Female; Hospital Mortality; Humans; Hydrocortisone, blood; Indonesia; Male; Middle Aged; Myocardial Infarction, blood; Myocardial Infarction, complications; Myocardial Infarction, drug therapy; Myocardial Infarction, mortality; Prognosis; Survival Analysis; Thrombolytic Therapy; Time Factors;

Monday, May 7, 2007

Infeksi Saluran Kencing

Infeksi saluran kencing adalah infeksi oleh mikroba mulai dari piala ginjal hingga saluran kencing bawah (uretra). Hal ini harus dibuktikan dengan penemuan mikroba dari air kencing berdasarkan kultur dari air kencing.

Gejala yang dialami dari seseorang yang menderita infeksi saluran kencing adalah mulai dari rasa anyang – anyangan, sakit waktu kencing, air kencing keruh, demam, sakit pinggang dan mual – muntah.

Infeksi saluran kencing lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini dikarenakan mudahnya mikroba masuk kedalam saluran kencing.

Penularan infeksi saluran kencing ini terjadi karena mikroba masuk dari muara saluran kencing lalu naik keatas. Dapat juga terjadi pada waktu senggama.

Hal yang memperberat infeksi saluran kencing adalah diabetes melitus (kencing manis), kehamilan, imobilisasi, batu saluran kencing,

Pengobatan infeksi saluran kencing dengan antibiotik sekama lima hingga tujuh hari, hingga mikroba tidak terdapat lagi pada air kencing.

Diabetes Melitus (Kencing Manis)


Diabetes Melitus atau pada bahasa awam dikenal dengan nama kencing manis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan atau gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl.

Gejala yang khas pada diabetes mellitus ini adalah banyak makan atau mudah lapar (polifagi), banyak kencing (poliuri), banyak minum atau mudah haus (polidipsi), sehingga kumpulan gejala ini sering disebut dengan nama 3P yakni polifagi, polidipsi dan poliuri. Gejala lain yang sering pula ditemui pada kencing manis adalah penurunan berat badan yang mencolok dalam waktu relatif singkat, rasa tidak bertenaga atau lemas, kesemutan, pada pria terjadi impotensi dan pada wanita sering terjadi keputihan.

Kelompok masyarakat yang beresiko tinggi untuk mendapat penyakit ini adalah usia diatas 40 tahun, riwayat keluarga ada yang menderita kencing manis, kolesterol yang tinggi (dislipidemia), berat badan yang tinggi (overweight), pada wanita waktu hamil gula darah meningkat serta melahirkan anak yang besar.

Kondisi gula darah yang tinggi ini akan menetap dalam pengertian terus menerus meninggi dalam darah bila tidak diberikan pengobatan.

Pengobatan kencing manis ini meliputi, pengaturan makan yang sesuai dengan takaran kalori penderita, kegiatan olah raga, obat – obatan dan penyuluhan atau control gula darah secara konsisten.

Komplikasi dari kencing manis akan terjadi bila kadar gula darah tidak terkontrol dengan baik. Organ yang dapat menjadi target dari komplikasi kencing manis ini adalah otak, mata, jantung, paru, liver, ginjal dan pembuluh darah tungkai.

Thursday, May 3, 2007

Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah menjadi tinggi di atas 140/90 mmHg. Jadi tidak terpengaruh dengan usia penderita berapun juga. Pada dahulu kala ada cerita bahwa pada orang yang sudah berusia lanjut maka tekanan darah boleh lebih tinggi dari biasanya, maka hal ini sekarang tidak berlaku lagi.

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang meninggi, jadi hal ini diketahui dengan pemeriksaan tekanan darah. Perasaan badan yang tidak enak atau tidak nyaman tidak dapat dijadikan pegangan ataupun patokan angka tekanan darah seseorang. Memang pada orang yang sudah terbiasa dengan tekana darah tinggi terkadang mengetahui perasaan badan yang tidak enak bila tekanan darahnya meninggi, tetapi hal sering pila tidak akurat karena hal atau kondisi yang perancu keadaan ini sangat banyak, seperti kurang tidur, stres pekerjaan dan lain sebagainya.

Pengobatan tekanan darah tinggi dimulai dengan diet rendah garam, menuju berat badan yang ideal, olah raga yang teratur dan terakhir dengan obat – obatan. Kondisi tekanan darah tinggi ini adalah kondisi yang terjadi terus menerus, sehingga senantiasa untuk dikontrol pada periode waktu yang tetap seperti tiap minggu atau tiap bulan.

Hipertensi yang tidak mendapat terapi yang adekuat akan memberikan komplikasi pada organ seperti otak, jantung dan ginjal. Komplikasi pada organ ini bila sudah terjadi akan bersifat menetap. Kualitas hidup penderita hipertensi sudah pasti akan menurun bila terdapat komplikasi pada organ tadi. Pada otak terjadi kemunduran fungsi pikir atau pengurang kemampuan memori, pada jantung fungsi kerja untuk aktifitas fisik berkurang dan pada organ ginjal fungsi untuk membuang sisa metabolisme badan menurun sehingga menumpuk di tubuh yang pada akhirnya menimbulakan gangguan metabolisme.

Pada keadaan hipertensi terkadang tidak berdiri sendiri, sering bersamaan dengan penigkatan kadar gula darah, penigkatan kolesterol dan asam urat dalam darah. Hal ini semua termasuk dalam yand disebut dengan nama METABOLIK SINDROM.

Hal ini akan mempercepat kemunduran fungsi organ – organ vital.

Pada pemberian obat anti hipertensi ada berbagai macam aspek yang perlu diperhatikan yakni mekanisme kerja dari obat tersebut, kondisi penderita serta kelaianan yang sudah terjadi akibat hipertensi. Sehingga pada seorang yang menderita hipertensi terkadang obat anti hipertensi beberapa macam obat.

Tuesday, April 24, 2007

Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam yang disebabkan virus dengue. Diagnosis dari demam berdarah dengue berdasarkan criteria WHO dimulai dengan demam mendadak terus menerus yang berlangsung lebih dari 48 jam, terjadi perdarahan spontan atau dengan tes Rumplee – Leede, Hepatomegali atau pembesaran hati, penurunan trombosit (trombositopenia) dan terjadi hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit).

Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegyti. Masa inkubasi demam berdarah dengue antara 7 – 10 hari.

Pengobatan demam berdarah dengue ini yang utama adalah pemberian cairan yang kontinu dengan infus. Pemberian trombosit pada demam berdarah dengue tidak menjadi keharusan, karena hal ini sebenarnya dapat terkoreksi dengan sendirinya dengan pemberian cairan yang baik.

Pemberantasan demam berdarah dengue yang menyeluruh adalah dengan pemberantasan sarang nyamuk secara kolektif. Gerakan ini harus dilakukan secara bersamaan pada wilayah hunian yang seluas mungkin. Sebagai contoh bila hanya satu atau dua kelurahan saja yang melakukan pemberantasan sarang nyamuk sedangkan pada kelurahan tetangga tidak, maka hala ini akan sia – sia.

Tindakan semprot nyamuk hanya membunuh nyamuk dewasa saja, jadi tidak pada jentik nyamuk, hal inipun akan sia – sia.

to contact us, pls call me @ 08129764035 dan 021-93848352

Tuesday, April 17, 2007

Hepatitis

Hepatitis adalah peradangan pada organ hati. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai sebab antara lain obat-obatan, virus, bakteri, protozoa, bahan kimia, kelebihan kerja. Gejala yang dialami mulai dari lemas – lemas, mual, kembung, mata kuning dan buang air kecil berwarna kuning tua hingga coklat seperti teh botol.

Pada kebanyakan di masyarakat jika mendengar nama hepatitis yang terbanyang sebagai penyebabnya adalah hepatitis virus. Hal ini tidak salah karena yang menjadi terbanyak memang hepatitis virus. Virus hepatitis yang daapt menyerang hati ini adalah Virus hepatitis A, Virus hepatitis B dan Virus Hepatitis C.

Pada virus Hepatitis A penularan terjadi melalui makan dan minuman yang tercemar virus hepatitis A, sedangkan virus Hepatitis B dan C penularan melalui darah dan cairan sperma atau vagina.

Pengobatan hepatitis virus ini, pada keadaan akut adalah dengan bed rest atau istirahat di tempat tidur total.

Pada Hepatitis virus B dan C, virus ini dapat menyebabkan kondidis hepatitis virus yang kronik, yang mana pada akhirnya dapat menjadi hepatitis kronik berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati. Hal ini dapr dihambat dengan berbagai pengobatan yang memakan waktu dan biaya yang tidak kecil. Suatu hal yang menguntungkan pada hepatitis virus A dimana proses kronik ini tidak terjadi.

Monday, April 16, 2007

Jangan Remehkan Sakit Perut

Selama ini, Christine, 27 tahun, menganggap sembelit dan diare adalah bagian dari kehidupan normalnya (meski sebenarnya dua hal ini tak bisa dibilang normal). “Setiap bulan, saya pasti mengalami salah satu di antaranya. Entah seminggu tidak bisa ke belakang, atau sebaliknya, seminggu menderita diare. Mengganggu memang. Tapi saya sendiri tak mengerti penyebabnya. Sejauh obat diare dan pelancar buang air besar masih bisa diandalkan, yang bisa saya lakukan adalah bersiap menanti hari 'besar' itu,” kisahnya. Gangguan yang kesannya lumrah memang tampak begitu mudah diatasi. Namun, sebenarnya ada satu kelainan cukup serius yang bisa jadi merupakan muara dari semua keluhan yang Anda rasakan. Cosmo memperkenalkan Anda dengan gangguan bernama irritable bowel syndrome (IBS), yang dalam istilah bahasa Indonesia sering juga disebut dengan kelainan fungsional usus. Simak juga penjelasan dari Dr. Imran Nito, Sp.PD, Spesialis Penyakit Dalam dari RS Omni Medical Center, Pulomas, Jakarta.

Sepele Tapi Mengganggu

Sesuai dengan namanya, irritable bowel syndrome adalah suatu kelainan yang sifatnya cukup mengganggu, yang menyerang daerah usus besar. “Sebelumnya, Anda perlu membedakan antara IBS dengan satu gangguan lainnya yang bernama inflammatory bowel disease (IBD). IBD adalah suatu gangguan fungsional yang terjadi di daerah usus besar, yang bila diteropong dengan colonoscopy akan terlihat adanya kerusakan sel,” jelas Dr. Imran. “Tetapi, dalam kasus IBS, bila dilakukan pemeriksaan colonoscopy, tidak akan ditemukan kerusakan apa pun.”

Gejala atau keluhan yang menyertai IBS antara lain adalah sakit perut atau kram perut, sembelit atau diare selama beberapa hari, perut yang kembung, dan juga mulas. “Keluhan ini bisa datang silih berganti. Misalnya saja, Anda menderita diare dan sembelit bergantian. Keluhan ini datang tanpa adanya kelainan organ. Bukan karena adanya infeksi, diet makanan tertentu, atau minum obat,” papar Dr. Imran. Keluhan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Bisa berkaitan dengan riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya. Jika Anda pernah mengalami infeksi usus, cacingan, atau mengidap typhus beberapa tahun silam, bisa jadi pada akhirnya Anda akan mengidap IBS. Selain itu, perubahan pola makan atau adanya alergi makanan juga bisa berkaitan dengan timbulnya penyakit ini.

Yang tidak ketinggalan pentingnya adalah faktor psikososial, seperti misalnya stres. Seperti halnya penyakit maag yang bisa dipicu oleh tekanan pada psikologis seseorang, IBS pun bisa disebabkan karena deraan stres. “Tanggapan seseorang terhadap stimulus dari luar bisa berbeda-beda. Bisa saja seseorang menanggapi stres dengan kekhawatiran dan debaran jantung yang makin cepat, sementara yang lainnya akan menderita IBS. Tidak diketahui bagaimana persisnya seseorang bisa demikian,” kata Dr. Imran.

Meski sudah ada keluhan dan penyebabnya sudah ditemukan, Anda tak bisa segera menyatakan diri Anda mengidap IBS. Pasalnya, ada kriteria yang perlu dipenuhi untuk menegakkan diagnosis akan penyakit ini, yang disebut Kriteria Rome II. Kriteria ini menyatakan bahwa Anda setidaknya 12 minggu dalam 12 bulan terakhir (tidak perlu secara terus-menerus) mengalami rasa sakit atau tak nyaman di perut, dengan diikuti oleh dua dari tiga gejala ini: rasa sakit atau tak nyaman itu hilang setelah buang air besar, perubahan pada frekuensi buang air besar, dan/atau perubahan pada bentuk feses. Kepastian bahwa Anda menderita IBS datang dari dokter, setelah melakukan pemeriksaan yang seksama. “Biasanya, dokter akan menelusuri dulu keluhan pasien. Sering kali, pasien sudah terburu berprasangka buruk. Ketika ia kembali menderita gangguan yang sama di bulan selanjutnya, misalnya saja diare, ia terburu menyalahkan sang Dokter yang tidak bisa menyembuhkannya dan setelahnya pindah ke dokter yang lain. Ini adalah salah satu faktor yang membuat penyakit ini sulit untuk dideteksi,” tutur Dr. Imran. Bisa jadi juga, Anda tidak begitu menyadari bahwa gangguan sembelit yang Anda derita, sebagai contoh, merupakan suatu gangguan yang terjadi secara rutin dan memiliki irama tertentu. Padahal, bila lamanya Anda menderita sembelit itu dikumpulkan, bisa jadi akan mencapai 12 minggu dalam satu tahun. “Memang, irritable bowel syndrome bukan suatu gangguan yang mematikan. Tetapi, bila ini berlangsung terus, pastinya hidup Anda dan pekerjaan Anda pun bisa terganggu,” tambah Dr. Imran.

Wanita Lebih Rentan

Kelainan fungsional usus konon lebih banyak diderita oleh golongan dewasa muda hingga usia 30-40 tahun. Yang menarik, jumlah penderitanya di wilayah perkotaan pun semakin meningkat. Selain itu, sekitar duapertiga dari penderitanya ternyata adalah wanita. Hal ini kemungkinan dikarenakan wanita memang secara psikologis merupakan kaum yang lebih sensitif. “Di negara-negara maju, jumlah wanita penderita IBS sudah mencapati tigaperempat dari jumlah populasi keseluruhan. Dari angka itu, hanya sekitar 20-30% yang berkonsultasi pada dokter. Artinya, keluhan ini memang sebenarnya cenderung ringan, sehingga orang kebanyakan merasa bisa mengatasinya dengan obat bebas yang dijual di pasaran,” papar Dr. Imran.

Jadi, ada baiknya Anda mulai meningkatkan kesadaran diri sejak kini. Bila sejauh pengamatan Anda sering mengalami keluhan-keluhan yang merupakan gejala khas IBS dalam irama yang cukup sering dan teratur, ada baiknya Anda segera berkunjung ke dokter dan memaparkan keluhan Anda secara menyeluruh. Hal ini akan sangat membantu proses pengobatan Anda. Pengobatan terhadap IBS bersifat simptomatik, artinya mengobati sesuai dengan gejala yang menonjol. Kemungkinan untuk sembuh 100% bergantung pada kondisi pasien itu sendiri. Terutama, bila ini berkaitan dengan faktor psikososial. Bila Anda termasuk orang yang sensitif, dokter mungkin akan bekerjasama dengan spesialis kejiwaan, agar latar belakang kejiwaan Anda pun bisa dilihat. “Yang perlu diingat, IBS merupakan gangguan penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Jadi, untuk menyembuhkannya pun tidak mudah,” tutup Dr. Imran.



Source : Cosmo